Sabtu, 23/11/2024 00:10 WIB

Polemik Zat Adiktif di RUU Kesehatan, Usulan Pembedaan Aturan Rokok Konvensial dan Elektrik Mulai Muncul

Kita industri (rokok elektrik) sudah ada 10 tahun di Indonesia dan baru diperhatikan waktu itu di tahun 2017 sampai adanya cukai di tahun 2018 dan akhirnya kita sampai sekarang ini selalu terus berkembang.

Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - RUU Kesehatan Omnibus Law terus menjadi diskursus publik. Salah satu poin yang menuai pro dan kontra adalah produk tembakau dikategorikan sebagai zat adiktif bersama dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol.

Lalu bagaimana dengan rokok elektrik?

Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto menjelaskan, saat ini tidak ada negara di dunia yang melarang penggunaan rokok elektrik. Bahkan, sejumlah negara yang tadinya memberlakukan batasan ketat, kini membuka diri dan memperbaharui regulasi. 

“Kita industri (rokok elektrik) sudah ada 10 tahun di Indonesia dan baru diperhatikan waktu itu di tahun 2017 sampai adanya cukai di tahun 2018 dan akhirnya kita sampai sekarang ini selalu terus berkembang,” kata Aryo dalam diskusi dialektika demokrasi bertajuk ‘Mengkaji Lebih Dalam Zat Adiktif di RUU Kesehatan’ di Media Centre, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (25/5).

Hadir dalam kesempatan itu, Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo dan dan Pengamat Kebijakan Publik IPB Sofyan Sjaf.

Aryo menjelaskan, rokok elektrik merujuk kepada riset dari sejumlah negara seperti Inggris hingga New Zealand 95 persen sehat. Sampai saat ini ada 6 juta user (pengguna) rokok elektrik di Indonesia dan sudah membuka 200 ribu lapangan pekerjaan baru.

“Jadi kita industrinya sampai sekarang ini berkembang terus dan ini juga berdampingan sama petani tembakau,” paparnya.

Terkait singgungan dengan para petani tembakau, Aryo menekankan, pihaknya kini terus mengembangkan riset mengenai produk tembakau lokal untuk bahan rokok elektrik.

Rokok elektrik sebenarnya, ditekankan Aryo, sudah 50 persen lebih marketnya tembakau lokal. Saat ini, pihaknya terus menggali bagaimana caranya kita bisa 100 persen tembakau lokal.

“Perlu dukungan pemerintah dan regulasi yang lebih mantap, buat investasi-investasi dari luar negeri dan lokal pun akan bisa berkembang di industri ini. Jadi ya kita berharap dari pemerintah, dari legislatif kita bisa dapat dukungan untuk ya sama-sama membangun industri ini,” urai Aryo.

Atas dasar itu, Aryo menegaskan, dengan support para pembuat regulasi, rokok elektrik dapat menjadi industri unggulan baru.

“Kita pasti sama-sama meyakini kita juga bisa berdampingan dengan baik dengan tembakau-tembakau yang lainnya, dengan asosiasinya juga kita terus berdampingan, apalagi dengan RUU kesehatan yang ada sekarang, kita berjuang bersama karena memang kepentingannya tembakau ini hampir sama, memperjuangkan industri tembakau ini bisa maju,” tegasnya.

Dalam penyusunan RUU Kesehatan yang sedang berlangsung, Aryo mengusulkan agar pemerintah juga perlu membedakan pengaturan antara rokok elektrik dengan rokok konvensional karena  adanya perbedaan risiko dari kedua jenis produk.

Usulan pembedaan pengaturan  berdasarkan kepada profil risiko rokok elektrik dengan rokok konvensional. Pembedaan itu, menurutnya memungkinkan konsumen dan masyarakat umum memiliki pemahaman jelas tentang risiko masing-masing produk. Pelaku usaha rokok elektrik, membutuhkan kerangka regulasi yang jelas yang  membedakan antara rokok elektrik dan rokok konvensional.

Di kesempatan yang sama, Firman Soebagyo menekankan DPR tidak pernah bersinggungan dengan komoditi, DPR hanya berkepentingan untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik. Ia justru heran mengapa pemerintah menyisipkan pasal zat adiktif tersebut di dalam RUU Kesehatan.

“Kami menyampaikan kepada publik bahwa undang-undang kesehatan tidak ada irisan, tidak ada titik singgungnya dengan masalah yang namanya pertembakauan, apalagi zat adiktif yang disertakan dengan narkoba ini, itu sama sekali tidak pernah kita bahas,” demikian legislator Partai Golkar ini.

 

 

 

KEYWORD :




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :